BREAKING

Perjalanan Haji

PENDAHULUAN
Ada tiga cara ibadah haji, berdasarkan hadyu atau hewan qurban:
1. TAMATTU` (umrah dulu, baru haji), bagi mereka yang tidak membawa hadyu.
2. I F R A D (haji dulu, baru umrah), bagi warga Makkah yang membawa hadyu.
3. Q I R A N (haji dan umrah digabungkan), bagi bukan warga Makkah yang membawa hadyu.

Gelombang Pertama (yang ke Madinah dahulu) maupun Gelombang Kedua (yang langsung ke Makkah).

Setelah selesai Umah maka, sambil menunggu dimulainya ibadah haji tanggal 8 Dzulhijjah, kita mengisi waktu luang dengan memperbanyak ibadah, seperti sholat berjamaah dan thawaf sunnah di Masjid al-Haram, sholat sunnah di Hijir Isma’il, sholat tahajjud, membaca dan mengkaji Al-Qur’an, serta bershadaqah kepada fakir miskin. Jika sempat, kunjungilah tempat-tempat bersejarah seperti Gua Hira’ dan Gua Tsur. Ada baiknya kita secara berombongan meninjau medan haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina sambil memperdalam manasik (tatacara) haji yang akan kita lakukan.

IBADAH HAJI

8 Dzulhijjah (Hari Tarwiyah)
Pada pondokan di Makkah, kita kembali melakukan kegiatan menjelang berihram: mandi, membersihkan badan, dan memakai wangi-wangian. Pakailah pakaian ihram, lalu shalat sunnah ihram dua rakaat dengan ayat Al-Kafirun dan Al-Ikhlash.

Begitu kendaraan kita meninggalkan kota Makkah, ucapkanlah: LABBAIK ALLAHUMMA HAJJAN. Sejak kita mengucapkan ini, ibadah haji resmi dimulai. Janganlah melakukan larangan-larangan ihram sampai kita tahallul tanggal 10 Dzulhijjah. Selama masa berihram (paling lama 60 jam), bacalah talbiyah sesering mungkin, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri.

Sebagian besar jemaah haji langsung menuju ARAFAH (25 km dari Makkah), dan menginap di Arafah pada malam 9 Dzulhijjah. Jika memungkinkan, jemaah haji dianjurkan untuk melakukan sunnah-sunnah sebagai berikut:
1. Berangkatlah dari Makkah ke MINA (6 km dari Makkah) sebelum zuhur, dan menginap di Mina pada malam 9 Dzulhijjah.
2. Selama di Mina, shalat fardhu dilakukan secara qashar tanpa jama`: zuhur 2 rakaat, asar 2 rakaat, maghrib 3 rakaat, isya 2 rakaat, shubuh 2 rakaat.
3. Setelah terbit matahari 9 Dzulhijjah, berangkatlah ke Arafah (19 km dari Mina).
4. Jika sempat mampirlah di Namirah. Jika tidak sempat, langsung menuju kemah yang disediakan.

9 Dzulhijjah (Hari Arafah)
WUQUF, puncak acara haji, berlangsung sejak masuk waktu zuhur sampai terbenam matahari. Acara wuquf dimulai dengan mendengar khutbah, kemudian azan dan qamat, lalu shalat zuhur dua rakaat, kemudian qamat lagi, lalu shalat asar jama` taqdim dua rakaat.

Jangan menyia-nyiakan waktu wuquf yang singkat (cuma 6-7 jam). “Haji itu di Arafah,” sabda Nabi. Sambil menghadap kiblat, berdoalah dan memohonlah ampun kepada Allah atas segala dosa kita sebanyak mungkin. Ucapkanlah zikir dan pujian bagi Allah serta shalawat bagi Nabi, baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri. Perbanyak membaca talbiyah, atau bacalah Al-Qur’an.

Setelah matahari terbenam, berangkatlah ke MUZDALIFAH (14 km dari Arafah). Talbiyah dan berdoa sebanyak mungkin. Sesampai di Muzdalifah, kita shalat maghrib jama` ta’khir serta shalat isya qashar, dengan satu azan dan dua qamat. Kalau ada waktu, kita mengumpulkan kerikil untuk melontar 49 butir (bagi yang ingin nafar awal) atau 70 butir (bagi yang ingin nafar tsani). Kalau waktu kita sedikit, kerikil bisa kita cari di Mina, tidak perlu dari Muzdalifah.

Berhenti di Muzdalifah merupakan kewajiban, meskipun cuma sebentar. Jika memungkinkan, kita disunnahkan untuk menginap di Muzdalifah. Setelah shalat shubuh, barulah kita berangkat ke Mina (5 km dari Muzdalifah). Jika kita berjalan kaki dari Muzdalifah ke Mina, disunnahkan untuk mempercepat langkah di lembah Muhasir (tempat pasukan gajah dimusnahkan burung Ababil).

10 Dzulhijjah (Hari Nahar)
Sesampai di Mina, kita langsung menuju Jumrah Aqabah (jangan mampir di Jumrah Ula dan Jumrah Wustha). Lontarlah Jumrah Aqabah dengan tujuh kerikil satu-persatu.
Sunnah-sunnah melontar: 1. Ucapkan ALLAHU AKBAR pada setiap lontaran.
2. Berdoa menghadap Ka`bah sehabis tujuh lontaran.

Kemudian kita melakukan TAHALLUL AWAL dengan bercukur atau menggunting rambut minimum tiga helai. Sesudah tahallul awal, kita boleh mengganti pakaian ihram dengan pakaian biasa, dan kita terbebas dari semua larangan ihram KECUALI YANG NOMOR SATU. (‘Yang nomor satu’ ini—kalau mau dan kalau sempat—hanya boleh dilakukan sesudah TAHALLUL AKHIR!)

Beberapa alternatif pilihan acara manasik
1. Jika memungkinkan, tanggal 10 Dzulhijjah kita menyembelih hewan. Jika tidak memungkinkan, penyembelihan boleh dilakukan pada hari-hari tasyriq (11 – 13 Dzulhijjah).
2. Jika memungkinkan, tanggal 10 Dzulhijjah kita ke Makkah melakukan thawaf ifadhah dan sa’i, lalu TAHALLUL AKHIR di Marwah. Jika tidak memungkinkan, thawaf ifadhah dan sa’i boleh dilakukan pada hari-hari tasyriq, atau sesudah kita pulang dari Mina asalkan masih dalam bulan Dzulhijjah.
3. Alternatif lain acara tanggal 10 Dzulhijjah: Dari Muzdalifah kita langsung ke Makkah, melakukan thawaf ifadhah dan sa’i, tahallul awal di Marwah, lalu kita ke Mina, melontar Jumrah Aqabah, tahallul akhir di Mina.

Apapun acara manasik yang kita pilih, pada malam 11 Dzulhijjah kita harus menginap di Mina, meskipun cuma sebagian malam.

11 Dzulhijjah (Hari Tasyriq)
Waktu luang di pagi hari boleh dimanfaatkan untuk menyembelih hewan bagi yang belum sempat melaksanakannya tanggal 10 Dzulhijjah.
Sesudah masuk waktu zuhur, kita melontar secara berturut-turut Jumrah Ula, lalu Jumrah Wustha, akhirnya Jumrah Aqabah, masing-masing tujuh lontaran. Jarak dari Jumrah Ula ke Wustha 500 meter, dan dari Wustha ke Aqabah 400 meter. Berdoalah sesudah melontar Jumrah Ula dan Jumrah Wustha, tetapi segera pergi (jangan berdoa) sesudah melontar Jumrah Aqabah.
Bagi orang yang sakit, lemah, lanjut usia, anak-anak atau wanita hamil, pelontaran jumrah boleh diwakilkan kepada orang lain. Orang yang mewakili segera melontar untuk yang diwakili, pada setiap jumrah, sesudah melontar untuk dirinya sendiri.
Jika tidak sempat melontar jumrah pada siang hari, pelontaran boleh diundurkan sampai sore atau malam hari.
Kita harus menginap di Mina malam 12 Dzulhijjah, meskipun cuma sebagian malam.


12 dan 13 Dzulhijjah (Hari Tasyriq)
Waktu luang di pagi hari boleh dimanfaatkan untuk menyembelih hewan bagi yang belum sempat melaksanakannya tanggal 10 atau 11 Dzulhijjah. Sesudah masuk waktu zuhur, kita kembali melontar tiga jumrah dengan cara persis seperti tanggal 11 Dzulhijjah.
Setelah melontar, pada 12 Dzulhijjah sore, kita boleh melakukan NAFAR AWAL (artinya “pulang duluan”), yaitu meninggalkan Mina pulang ke Makkah. Mereka yang ingin nafar awal harus sudah berada di luar Mina sebelum maghrib. Jika saat maghrib masih di Mina, mereka harus mengambil NAFAR TSANI (“pulang rombongan kedua”), yaitu menginap lagi di Mina, dan melontar lagi tiga jumrah tanggal 13 Dzulhijjah, baru pulang ke Makkah.

Acara manasik di Makkah setelah pulang dari Mina
Sesampai di Makkah, mereka yang belum melakukan thawaf ifadhah dan sa`i harus segera melaksanakannya, lalu TAHALLUL AKHIR di Marwah.
Akhirnya, ketika kita hendak meninggalkan Makkah, untuk pergi ke Jeddah (bagi Gelombang Pertama) atau pergi ke Madinah (bagi Gelombang Kedua), lakukanlah THAWAF WADA’ (thawaf perpisahan). Wanita haid dan melahirkan dibebaskan dari kewajiban thawaf wada’. Berdoalah kepada Allah agar kita diberi kesempatan untuk kembali ke Baitullah pada masa-masa mendatang. Setelah melakukan thawaf wada’, kita jangan lagi memasuki Masjid al-Haram.
Dengan demikian rampunglah sudah seluruh rangkaian ibadah haji kita. Mudah-mudahan Allah menjadikan haji kita HAJI YANG MABRUR (BERMUTU). Allaahumma j`alhu hajjan mabruuraa, wa sa`yan masykuuraa, wa dzanban maghfuuraa. Amien ya Rabbal-`Alamien.***

Penulis adalah salah seorang pembina Masjid Salman ITB, Bandung, yang cukup berpengalaman membimbing haji dan umrah. Kumpulan artikel penulis tentang haji telah dibukukan dengan judul BACAAN JEMAAH HAJI, Penerbit Kiblat Buku Utama, Bandung, 2007

Admin ""

Silahkan kirim tanggapan dan komentar untuk saling berbagi informasi dan inspirasi, trimakasih

.

TURUT BERDUKA CITA

SELAMAT TINGGAL KIYAIPUBLIKA.CO.ID, Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Kabar duka kembali menerpa umat Islam Tanah Air. Mantan imam besar Masjid Istiqlal, KH Ali Mustafa Ya’qub meninggal dunia pagi ini, Kamis (28/4). Pengas uh Pesantren Darussunnah, Pisangan, Ciputat, Tangerang Selatan ini wafat pada pukul 06.00, di Rumah Sakit Hermina, Ciputat.

Cendekiawan Muslim, Prof Dr Didin Hafidhuddin yang saat ini sedang berada di Tokyo, Tepang, kaget mendengar berita meninggalnya mantan Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta, tersebut. ''Innaalillahi wa innaa ilaihi rajiun. Saat ini saya sedang berada di Tokyo, Jepang. Saya benar-benar kaget mendengar meninggalnya Prof KH Ali Mustafa Yakub. ''Semoga almarhum diterima iman, Islam dan amalnya, serta diampuni segala dosa dan kesalahannya,'' tulis didin kepada republika.co.id melalui short message servica.

 
Copyright © 2013 AQSAPOS.COM
Design by asqagrup | Distributed by aqsagrup.